Terima kasih telah menggunakan layanan RUKUM Kejati Aceh...
Wali Nikah memegang peranan penting dalam rukun perkawinan, yaitu sebagai pihak yang akan bertindak untuk menikahkan Calon Mempelai Wanita.
Mengenai perwalian perkawinan anak angkat, hukum perdata mengaturnya dalam pasal 331 KUHPerdata, Staatsblad 1917 No. 129, SEMA No. 2 Tahun 1979, dan SEMA No. 6 Tahun 1983.
Wali nikah untuk anak angkat dalam hukum Islam tidak diatur seperti wali nikah untuk anak kandung. Orang tua angkat tidak dapat menjadi wali nikah karena tidak ada hubungan darah antara anak angkat dan orang tua angkat. Wali nikah untuk anak angkat haruslah seorang kerabat laki-laki kandung, seperti ayah, kakek, atau saudara laki-laki seayah. Jika tidak ada wali nasab, maka wali hakim dapat bertindak sebagai wali nikah.
Wali hakim adalah pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah atau Pengadilan Agama yang memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah jika tidak ada wali nasab yang layak.
Ada pengecualian jika anak angkat perempuan tidak diketahui siapa orang tua kandungnya, maka ayah angkatnya bisa menjadi wali nikah, sesuai tulisan *Anak Istilhaq* dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung.
Jika perkawinan dilaksanakan oleh Wali yang tidak berhak, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan ke Pengadilan Agama atau Kejaksaan Negeri yang mewilayahi tempat tinggal Suami atau Istri atau Perkawinan dilangsungkan.
Berikut yang dapat mengajukan Permohonan Pembatalan Perkawinan :
- Para Keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari Suami/Istri;
- Suami/Istri yang bersangkutan;
- Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang-Undang;
- Para Pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam Rukun dan Syarat Sah Perkawinan menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan.
Perlu diketahui, jika dari hasil perkawinan tersebut telah memiliki anak sebelum pembatalan perkawinan, maka berdasarkan Pasal 75 dan 76 Kitab Hukum Islam menegaskan bahwa keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
Artinya batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum seorang anak dengan orang tuanya.
Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat...
Terima Kasih, SALAM JPN...